Gaza: Tempat Uji Coba Senjata AS

, Pada : Kamis, 22 Januari 2009
dari : http://eramuslim.com/berita/dunia/gaza-tempat-uji-coba-senjata-as.htm

Media di Amerika memberitakan tentang Israel, berkaitan dengan agresi militer yang dilakukannya terhadap Jalur Gaza. Laporan media di Amerika itu, menyebutkan bahwa agresi militer rejim Zionis-Israel terhadap Jalur Gaza, merupakan uji coba senjata AS. Arsenal militer yang diberikan kepada rejim Zionis-Israel itu, jumlahnya sangat besar dan berlangsung dalam beberapa tahun. Maka, agresi Israel ke Gaza ini, sekaligus menguji kecanggihan dan kualitas senjata bikinan AS.

Jaringan berbagai media di AS, seperti yang dikutip oleh Mu’in Rabbani, editor dari media Timur Tengah,yang berpusat di Washington, menyatakan hubungan militer antara AS-Israel, yang sangat kuat itu, menyebabkan AS memasok mesin perang ke Israel, yang berjumlah sangat besar. Israel, nampaknya menjadi kekuatan militer yang tangguh, karena mendapatkan dukungan AS. Kekuatan militer yang dimiliki Israel ini, yang menyebabkan rejim Zionis itu, selalu terdorong melakukan petualangan militer, dan menjadi ancaman negara-negara di sekelilingnya.


Rabbani, mencatat dari berbagai sumber yang ada di jaringan media di AS, membandingkan antara jumlah senjata militer AS yang dijual ke Negara-negara Arab, dibandingkan dengan yang dihibahkan kepada Israel jauh lebih banyak jumlanya. Artinya, tidak seimbang arsenal militer yang dimiliki antara negara-negara Arab dibandingkan Israel. Menurut Rabbani, sekurang-kurangnya pemerintahan George W.Bush, telah memberikan bantuan kepada rejim Zionis-Israel, selama delapan tahun, jumlhanya mencapai 21 milyar dolar, dan 19 milyar dolar dalam bentuk hibah kepada Israel. Negeri Israel telah menjadi ‘gudang’ senjata AS, yang tak tanggung-tanggung. Maka, Israel selalu dengan seenaknya menggunakan arsenal militernya untuk melakukan agresi ke tetangganya.


Tahun, 2008, Israel menandatangani penandatangan perjanjian kontrak senilai 22 milyar dolar, dengan perusahaan di AS untuk membeli 75 pesawat tempur jenis paling mutakhir F-35, dan 9 pesawat pengangkut, dan empat kapal jenis perusak. Semuanya, dana yang digunakan peralatan militer itu, tak lain dana yang berasal dari AS. Anggota Konggres dari Partai Demokrat Dennis Kuchinch mengirimkan surat kepada Menlu Condoleeza Rice, menegaskan bahwa Israel telah menggunakan bantuan senjata dari AS, yang digunakan melakukan aksi kekerassan di Gaza, dan tindakan itu melanggar hukum, yang berkaitan dengan yang mengontrol terhadap eksport senjata.


Mesin perang AS telah digunakan Israel menghancurkan penduduk Gaza, dan penduduk Gaza menjadi tempat uji coba senjata AS. Betapa kejinya AS dan Israel, yang selalu berteriak sebagai Negara yang menganut demokrasi, yang membantai rakyat tidak berdosa. Dan, dunia internasional semuanya diam, tanpa ada reaksi. Faktanya, rejim Zionis-Israel, yang sudah mendapatkan dukungans senjata dari AS, tak dapat melipat Hamas, yang senjatanya sangat sederhana.(M/Pic).

Inilah Senjata-Senjata yang Bikin Takut Israel

dari : http://eramuslim.com/berita/dunia/inilah-senjata-senjata-yang-bikin-takut-israel.htm

Untuk menghadapi peralatan perang milik Zionis Israel yang serba canggih, HAMAS dengan sayap militernya Brigade Izzuddin Al-Qassam 'hanya' mengandalkan senjata-senjata 'hand made' hasil modifikasi dari senjata-senjata yang sudah ada. Berikut peralatan tempur yang digunakan HAMAS dalam menyerang Israel :

Roket Al-Qassam

Al-Qassam-1, pertama kali diluncurkan terhadap sasaran Israel pada bulan Oktober 2001, telah mampu menjangkau jarak 3 kilometer. Pada tahun 2007, Al-Qassam-1 jangkauannya meningkat menjadi sekitar 10 km. Untuk sasaran jarak pendek diproduksi Al-Qassam-2 dengan berat 35 kg (77 lbs), memiliki diameter 115 mm dan berat 8 kg untuk hulu ledaknya, panjang 180 cm , dan mampu menjangkau jarak 6-7 kilometer . Juga diproduksi Qassam-2 yang digunakan untuk sasaran jarak jauh , dengan berat 50 kg (110 lbs), panjang 250 cm (sekitar 8 kaki), memiliki diameter 115 mm dan 8kg untuk hulu ledaknya, dan telah mampu mencapai maksimum jarak 10 km (6 miles) .

Hamas juga memproduksi sebuah model roket dengan mesin yang terpisah yang pada dasarnya adalah standar roket jenis Grad. Model mesin terpisah ini, pertama kali diluncurkan pada bulan Juni 2006, dengan berat 40-50 kg, (88-110 pounds), memiliki diameter 115 mm, hulu ledak dengan berat 10 kg, dan dapat menjangkau hingga jarak 10 km.

Al-Qassam-2 telah mampu menyerang masyarakat Israel dan aset-aset strategis Israel di dekat ke Jalur Gaza. Pada tanggal 28 Agustus 2003, Operasi Hamas di Jalur Gaza telah menembakkan roket Al-Qassam-2 ke bagian selatan kota pelabuhan Israel Ashkelon. Roket tersebut mendarat di dekat tempat pembuatan bir Carlsberg,dan nyaris menghancurkan pusat pembangkit listrik disana.

Pada bulan September 2005, Hamas melaporkan mengembangkan roket Al-Qassam dengan jangkauan 16,5 kilometer (10 mil) yang ditembakkan ke Ashkelon dari dari Jalur Gaza.

Pada Januari 2006, laporan media menunjukkan bahwa roket-roket Al-Qassam telah mampu menjangkau 10-40 kilometer (6-25 mil). Pada bulan Februari dan Maret, Jihad Islam mengembangkan roket yang berbasis pada roket Al-Qassam dan berhasilmenghancurkan tempat-tempat strategis di Ashkelon.

Pada bulan Juni 2006, Hamas menembakkan roket Al-Qassam yang dilengkapi dengan dua mesin.

Roket Al-Bana Al-Yassin (Roket Anti Tank)

Kedua roket ini diproduksi oleh HAMAS yang merupakan modifikasi rudal PG-2 Rusia yang mampu menghancurkan tank Merkava dalam radius 500 meter.

Roket Al-Batar

Roket anti tank Al-Batar dilengkapi dengan hulu ledak seberat 3,5 kilogram dan memiliki jangkauan lebih dari 3.000 meter (1,86 mil).

Roket Al-Samoud

Roket kaliber 120mm Al-Samoud memiliki jangkauan hingga 8 kilometer (4,97 mil).

Rayyan Roket Anti Serangan Udara

Pada bulan November 2004, HAMAS telah mengembangkan Rayyan roket anti Serangan Udara pertama di Palestina. Menurut salah satu komandan Brigade Al-Qassam, Nizar Rayan (yang telah syahid), roket ini mampu menjatuhkan helikopter Israel, UAV, dan pesawat-pesawat yang beroperasi di atas Jalur Gaza. Sumber HAMAS mengatakan proyek roket anti Serangan Udara ini didasarkan pada keahlian dan pelatihan yang diberikan oleh Iran dan Hizbullah. Hamas telah berusaha untuk menghasilkan varian dari roket asal Soviet SA-7 – yang digunakan oleh Hizbullah di Lebanon selatan.(fq/dr berbagai sumber)

Tank Israel Menembak Teman Sendiri

dari : http://eramuslim.com/berita/dunia/tank-israel-tembak-pasukannya-sendiri.htm

Insiden salah tembak mewarnai agresi militer Israel ke Jalur Gaza. Sebuah tank Israel secara tak sengaja menembak posisi pasukannya sendiri, menyebabkan tiga tentara Israel tewas dan 24 tentara lainnya luka-luka.
Juru bicara militer Israel mengakui insiden yang terjadi pada Senin malam di utara Gaza itu. Tentara Israel yang menjadi korban tembakan tank Israel berasal dari kesatuan pasukan elit Israel, Brigade Golani.
"Tiga tentara dari angkatan bersenjata Israel tewas dan satu orang dalam kondisi kritis dan tiga tentara luka berat akibat tembakan dari tank pasukan Israel lainnya dalam operasi di utara Gaza," kata jubir militer Israel.
"Tank itu menembak sebuah tempat dimana tentara-tentara Israel mengambil posisi. 22 tentara Israel lainnya mengalami luka ringan akibat insiden tersebut," sambungnya. (ln/prtv)

Mengapa Yahudi Membantai Anak-Anak Palestina?

, Pada : Senin, 19 Januari 2009
dari : http://eramuslim.com/berita/dunia/mengapa-yahudi-mengincar-bocah-bocah-palestina.htm

Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Seperti yang diketahui, setelah lewat dua minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 900 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak. Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka.

Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Khaled Misyal, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz Alquran. Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.

Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan Alquran. Tak ada main video-game atau mainan-mainan bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid. (sa) eramuslim.com

Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah

, Pada : Senin, 12 Januari 2009


Asyuro' dalam ajaran Islam
Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa pada hari 10 Muharram disyari'atkan untuk berpuasa. Ibnu Abbas menceritakan :

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura' ( tanggal 10 Muharram), maka beliau bertanya: "Hari apakah ini?" Mereka menjawab: "Ini adalah hari yang baik. Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari itu karena syukur kepada Allah. Dan kami berpuasa pada hari itu untuk mengagungkannya." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian", maka Nabi berpuasa Asyura' dan memerintah-kan puasanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bid'ah-bid'ah Asyura'
10 Muharram 61 H adalah hari terbunuhnya Abu Abdillah Al-Husen bin Ali (ra) di padang Karbala. Karena peristiwa berdarah ini, setan berhasil menciptakan dua kebid'ahan sekaligus.

Pertama : Bid'ah Syi'ah

Asyura' dijadikan oleh Syi'ah sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan dari kesedihan dan penyesalan. Pada setiap Asyura', mereka memperingati kematian Al-Husen dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul, menangis, meratapi Al-Husen secara histeris, membentuk kelompok-kelompok untuk pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan lain sebagainya. (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah, Ahmad Al-Kisrawiy Asy-Syi'iy, hal. 141, Tahqiq Dr. Nasyir Al-Qifari).

Kedua : Bid'ah Jahalatu Ahlissunnah

Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang Syi'ah di atas, orang Ahlussunnah yang jahil (Bodoh) menjadikan hari Asyura' sebagai hari raya, pesta dan serba ria.

Menurut Ahmad Al-Kisrawi Asy-Syi'iy: "Dua budaya (bid'ah) yang sangat kontras ini, menurut literatur yang ada bermula pada jaman dinasti Buwaihi (321H - 447 H.) yang mana masa itu terkenal dengan tajamnya pertentangan antara Ahlus-sunnah dan Syi'ah. Orang-orang jahalatu (bodoh) Ahlussunnah menjadikan Asyura' sebagai hari raya dan hari bahagia sementara orang-orang Syi'ah menjadikannya sebagai hari duka cita, mereka berkumpul membacakan syair-syair haru kemudian menangis dan menjerit." (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah hal.142)

Sementara Syekh Ali Mahfudz mengatakan bahwa di Kufah ada kelompok Syi'ah yang sampai ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Al-Husen (ra) yang dipelopori oleh Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi (tahun 67 H dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair) dan ada kelompok Nashibah (yang anti Ali beserta keturunannya), yang diantaranya adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan telah disebut di dalam hadits shahih. "Sesungguhnya (akan muncul) di Tsaqif (kepala suku dari Hawazin) seorang pendusta dan pembantai."

Pendusta tadi adalah Al-Mukhtar yang memperselisihkan keimamahan Ibnul Hanafiyah, dan pembantai tadi adalah Al-Hajjaj yang membenci Alawiyyin, maka yang Syi'ah tadi menciptakan bid'ah duka cita sementara yang Nashibah menciptakan bid'ah bersuka ria. (Al-Ibda' hal. 150)

Bid'ah-bid'ah tersebut berbentuk :
  • Menambah belanja dapur.

    Banyak riwayat yang mengatakan :"Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu." (HR. At-Thabraniy, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr).

    Asy-Syabaniy berkata: semua jalurnya lemah, Al-Iraqi berkata : sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Nashir, jadi menurutnya ini hadits hasan, sedangkan Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu (Tamyizuth-Thayyib minal Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367).
    Sementara itu imam As-Suyuthi dengan tegas mengatakan : "Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan nafkah sebuah hadits dhaif, bisa jadi sebabnya adalah ghuluw di dalam mengagungkannya, dari sebagian segi untuk menandingi orang-orang Rafidhah (Syi'ah) karena syetan sangat berambisi untuk memalingkan manusia dari jalan lurus. Ia tidak peduli ke arah mana --dari dua arah-- mereka akan berpaling, maka hendaklah para pelaku bid'ah menghindari bid'ah-bid'ah sama sekali." (Al-Amru Bil Ittiba', hal.88-89)

    Imam Ahmad mengatakan ketika ditanya : "Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal." (Al-Ibda', Ali Mahfudz, 150)

  • Memakai celak (sifat mata).
  • Mandi.

    Mereka meriwayatkan sebuah hadits: "Barangsiapa yang memakai celak pada hari Asyura', maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu. Dan barangsiapa mandi pada hari Asyura', ia tidak akan sakit selama tahun itu." (Hadits ini palsu menurut As-Sakhawi, Mulla Ali Qari dan Al-Hakim) (Al-Ibda', hal. 150-151)

  • Mewarnai kuku.
  • Bersalam-salaman.

    Imam As-Suyuthi mengatakan : "Semua perkara ini (no. 2-5) adalah bid'ah munkarah, dasarnya adalah hadits palsu atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ." ( Al-Amru bil Ittiba', hal.88)

  • Mengusap-usap kepala anak yatim.

    Memberi makan seorang mukmin di malam Asyura'. Mereka tidak segan-segan membuat hadits palsu dengan sanad dari Ibnu Abbas yang mirip dengan haditsnya orang Syi'ah yang berbunyi:

    "Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura' dari bulan Muharram, maka Allah memberinya (pahala) sepuluh ribu malaikat, sepuluh ribu haji dan umrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan barangsiapa memberi buka seorang mukmin pada malam Asyura', maka seakan-akan seluruh umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berbuka di rumahnya sampai kenyang." (Hadits palsu dinyatakan oleh imam As-Suyuthi dan Asy-Syaukani, no. 34, lihat Tanbihul Ghafilin, 1/366).

  • Membaca do'a Asyura' seperti yang tercantum dalam kumpulan do'a dan Majmu' Syarif yang berisi minta panjang umur, kehidupan yang baik dan khusnul khotimah. Begitu pula keyakinan mereka bahwa siapa yang membaca do'a Asyura' tidak akan meninggal pada tahun tersebut adalah bid'ah yang jahat. (As-Sunan wal Mubtada'at, Muhammad Asy-Syuqairi, hal.134).
  • Membaca "Hasbiyallah wani'mal wakil" pada air kembang untuk obat dari berbagai penyakit adalah bid'ah.
  • Shalat Asyura'. Haditsnya adalah palsu, seperti yang disebutkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-La'ali Al-Mashnu'ah (As-Sunan wal Mubtada'at, 134).
Asyuro dalam Tradisi dan Kultur Kejawen
Bulan Suro banyak diwarnai oleh orang Jawa dengan berbagai mitos dan khurafat, antara lain : Keyakinan bahwa bulan Suro adalah bulan keramat yang tidak boleh dibuat main-main dan bersenang-senang seperti hajatan pernikahan dan lain-lain yang ada hanya ritual.

Ternyata kalau kita renungkan dengan cermat apa yang dilakukan oleh orang Jawa di dalam bulan Suro adalah merupakan akulturasi Syi'ah dan animisme, dinamisme dan Arab jahiliyah. Dulu,orang Quraisy jahiliyah pada setiap Asyura' selalu mengganti Kiswah Ka'bah (kain pembungkus Ka'bah) (Fathul Bari, 4/246). Kini, orang Jawa mengganti kelambu makam Sunan Kudus. Alangkah miripnya hari ini dan kemarin.

Di dalam Islam, Asyura' tidak diisi dengan kesedihan dan penyiksaan diri (Syi'ah), tidak diisi dengan pesta dan berhias diri (Jahalatu Ahlissunnah) dan tidak diisi dengan ritual di tempat-tempat keramat atau yang dianggap suci untuk tolak bala' (Kejawen) bahkan tidak diisi dengan berkumpul-kumpul. Namun yang ada hanyalah puasa Asyura' dengan satu hari sebelumnya atau juga dengan sehari sesudahnya. Waallahu-a'lam. (Abu Hamzah A. Hasan Bashori)

* * *

Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu berkata : Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa bersikap tenang pada hari kamu berpuasa, jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."

Tahun Hijriyah



Kalau saya ditanya : “Kamu lahir tanggal berapa, bulan apa?”, pasti saya lancar menjawab – tentu saja dengan mengutip perkataan orang tua - : “Saya lahir tanggal 1 bulan Juni, hari minggu menjelang Isya”.
Tetapi kalau pertanyaan itu bunyinya begini :”Kamu lahir tanggal berapa bulan apa menurut kalender hijriyah?”. Saya pasti celingukan. Terus terang saya tidak tahu!. Dan saya yakin, walaupun kita muslim, kebanyakan dari kita kurang begitu merasa familier dengan kalender hijriyah. Padahal,…padahal nih, perhitungan kalender hijriyah bagi ummat Islam sungguh memiliki nilai yang sangat besar dibanding perhitungan kalender masehi. Walaupun – kalau saya mengutip pernyataan ustadz Saiful Islam – baik perjalanan matahari (solar) / penanggalan masehi maupun perjalanan bulan (lunar) / penanggalan hijriyah adalah sama-sama milik Alloh dan yang paling penting adalah bagaimana kita menyikapinya, mau dipake hura-hura atau dipake muhasabah diri, tetap aja qta sebagai muslim harus merasa memiliki tahun Hijriyah. Betapa tidak, bukankah ibadah-ibadah ritual kita erat kaitannya dengan penanggalan Hijriyah, misalnya shaum bulan Romadhan, naik Haji bulan Dzulhijjah, dst, dst, tentu saja tahunnya adalah tahun Hijriyah.

Penanggalan hijriyah memiliki nilai tarbawi (nilai pendidikan) yang sangat bagus.
Kita tahu bahwa 13 tahun nabi berdakwah di Mekah benar-benar sangat berat, dakwah nabi ditolak, pengikutnya dicaci maki, diintimidasi, diteror, disiksa, dicemooh, diboikot secara sosial maupun ekonomi. Hanya orang-orang yang memiliki status sosial yang lebih baik yang bisa terang-terangan menerima dakwah nabi, seperti Abu Bakar, (tokoh masyarakat yang disegani), Umar bin Khotob (tokoh pemuda pemberani dan gagah perkasa), Utsman bin Affan (saudagar kaya raya), Ali bin Abi Tholib (keturunan bangsawan Bani Hasyim) dan sahabat-sahabat

terkemuka lainnya. Selebihnya (masyarakat biasa) harus rela menerima dakwah nabi dengan cara sembunyi-sembunyi, sebab kalau saja mereka berani muncul ke permukaan menyatakan diri sebagai pengikut nabi, dipastikan keselamatan jiwanya terancam. Inilah fase dakwah yang dinamakan fase dakwah sirriyah (fase dakwah secara sembunyi-sembunyi).

Ketika di Mekah teror semakin memuncak dan situasi sudah tidak kondusif lagi untuk mengembangkan dakwah, maka Alloh SWT memerintahkan nabi dan para pengikutnya untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah). Pada saat Hijrah inilah penanggalan Hijriyah untuk pertama kalinya dimulai dan diprakarsai oleh sahabat Umar bin Khotob r.a. Peristiwa hijrah itu sendiri pada hakekatnya adalah momentum strategis dalam kesuksesan dakwah Islam. Di Madinah dakwah nabi mendapat sambutan yang jauh lebih baik dibandingkan di Mekah. Nabi mulai membentuk tatanan masyarakat Islami.

Di Madinahlah Negara Islam untuk pertama kalinya terbentuk. Dari sini muncul kekuatan yang amat dahsyat,…Mekah akhirnya ditaklukan, Persia dan Romawi sebagai dua negara adidaya masa itu, juga dapat ditaklukan, imperium Islam mulai meluas, Islam masuk ke seluruh penjuru dunia, menerangi dari kegelapan menuju cahaya. Kejayaannya berkibar selama kurang lebih delapan abad, sebelum akhirnya mengalami kemunduran pada saat bangkitnya renaissance Eropa.

Kini, Islam mulai menggeliat lagi bangun dari tidur panjangnya. Arus kebangkitan mulai terasa. Para pemudanya bangkit secara militant. Dalam dekade terakhir majalah TIME pernah menulis di sampul mukanya dgn nada yang agak propokatif : “Militant Muslim Revival”, sebuah wacana yang menunjukan ketakutan, sebab kita tahu untuk kepentingan siapa TIME bicara.

Islam menjadi kekuatan politik internasional yang ditakuti oleh negara-negara adidaya. Islam menjadi kekuatan perlawanan terhadap haegemoni kapitalis imperealis internasional. Tatanan baru akan segera dimulai menggantikan tatanan dunia yang sudah keropos dan sedang menuju kebangkrutannya.

Tahun Baru Hijrah



Hijrah adalah satu peristiwa penting yang harus selalu melekat dalam benak kaum Muslim. Hijrah adalah perjalanan Rasulullah Saw dan para shahabat beliau ke Madinah untuk menyongsong kehidupan bernegara yang berdaulat dan berdiri sendiri serta terbebas dari penguasaan negara- negara lain. Hijrah itulah yang dijadikan sebagai awal penanggalan dalam Islam, awal munculnya sebuah umat dalam sejarah dunia yaitu umat Islam, yang dikatakan oleh Allah sebagai umat terbaik yang lahir ke dunia.

Sekarang memasuki tahun ke-1430 di mana umat ini telah eksis di belantara kehidupan hampir satu setengah milenium. Suatu umur yang amat panjang, sehingga amat wajar jika umat ini telah melewati segala pahit- manis, susah-senang, maju-mundur sebagai umat dan peradaban, umat ini pernah melalui masa-masa gemilang yang tidak ada tandingannya dalam sejarah, menaungi kemanusiaan dengan keadilan dan kesejahteraan, sebab Islam bukan hanya rahmat bagi umat Muslim tetapi rahmat bagi seluruh alam, seluruh manusia. Bukankah Allah SWT telah berfirman, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiyaa: 107).

Namun sayang, sekarang ini umat Muslim sedang terbelenggu oleh penguasaan negara-negara kafir. Harta mereka dikuasai, tenaga mereka dikuras, dan mereka hidup dalam kehidupan yang sempit. Semua ini disebabkan oleh umat ini telah berpaling dari mengingat Allah, mengingat aturan-aturan-Nya, dan menerapkannya dalam kehidupan seperti yang difirmankan-Nya dalam ayat 124 Surat Thaha: "Dan barang siapa berpaling dari mengingat-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (maisyatan dhonka)."

Inilah realitas yang harus diubah sehingga dibutuhkan kemauan baja dari orang-orang yang menganut akidah Islam dengan sangat kuat. Mereka ini tidak mempedulikan segala rayuan dunia yang fana ini, dan hanya mencintai pertemuan dengan Rabb mereka dan hanya menginginkan keridhaan- Nya semata.

Dengan modal keimanan dan usaha yang terus-menerus, usaha itu pasti akan mencapai titik balik perjalanan umat ini. Mereka akan bangkit dan akan menjadi pengatur dunia ini untuk kedua kalinya. Dan yang akan mem-back-up semua itu adalah Allah, Sang Pemilik Segala Kekuatan, yang tidak ada satu kekuatan pun di atas kekuatan-Nya. Apakah itu senjata pemusnah massal atau yang di bawah itu.

Maka, siapakah yang masih ragu akan semua ini? Dengan semangat Hijrah, umat ini hendaknya hijrah untuk mengingat Rabbnya dan membumikan syariat-Nya di dunia ini agar Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam.

Tawasul Dalam Pandangan Islam



Imam Ibnu Taimiyah:

Imam Ibnu Taimiah dalam Kitabnya Al-Fataawaa berkata: “Dinukil dari Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya tentang tawassul dengan Nabi dan sebagian yang lain melarangnya. apabila maksud mereka adalah tawassul dengan dzatnya, maka inilah tempatnya perselisihan pendapat (di antara mereka/Ulama). Dan apa-apa yang diperselisihkan oleh mereka harus dikembalikan kepada Allah dan RasulNya.” (Al-Fataawaa, Ibnu Taimiah 1/264)

“Do’a apabila disetai dengan bertawassul kepada Allah lewat perantara seorang makhluk adalah khilaf far’I dalam tatacara berdo’a dan bukan merupakan masalah aqidah” (Asy-Syahid Hasan Al-Banna)

MUKADIMAH

Setiap kali ada musibah dan ujian yang menghantui kehidupan manusia muslim, ia harus kembali kepada Allah Yang Maha Kuasa, Rabb Semesta Alam. Karena ia meyakini bahwa Allahlah Rabb yang mampu menyingkap hijab-hijab kesulitan, kefakiran dan kepayahan para hambaNya. Dan ia juga meyakini bahwa Dialah yang mampu memberikan pertolongan, kemudahan dan petunjuk. Tidak ada kekuatan lain yang mampu melakukan hal ini selain Dia, Allah SWT. Hal ini didasarkan beberapa firmanNya berikut ini;

“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS 27:62)

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS 10:12)

Terkadang dalam memohon dan berdo’a, manusia sering menggunakan perantara -atau yang disebut dengan tawassul dalam terminology aqidah- antara dirinya dan Tuhannya. Karena mereka merasa tidak mampu, lemah dan tidak memiliki apa-apa di hadapan Tuhannya. Hal ini mereka lakukan agar do’a dan permohonannya terkabulkan dengan segera.

Namun sebagai manusia muslim, ia harus selalu memperhatikan rambu-rambu Islam dalam masalah tawassul, karena tidak semua bentuk tawassul atau perantaraan yang berkembang dalam masyarakatnya diperbolehkan dalam ajaran Islam. Boleh jadi seorang muslim dalam berdo’a, ia bertawassul dengan kuburan-kuburan, batu-batuan dan pepohonan yang dikramatkan. Bahkan ada yang meyakini adanya kekuatan lain atau penguasa lain selain Allah SWT yang memiliki kekuasaan atas sebagian wilayah yang ada di bumi ini. Seperti orang yang meyakini adanya Dewa laut, Dewa angin, Dewa Fortuna dan Dewa-dewi lainnya. Dan ini merupakan bentuk penyimpangan yang ada dalam masalah tawassul yang harus dijauhi oleh setiap manusia muslim.

Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam kubangan-kubangan kekufuran dan kesyirikan, setiap muslim harus kembali kepada Allah SWT dalam seluruh bentuk ibadahnya. Berdo’a dan berharap hanya kepada Allah SWT, tawakkal dan istighosah atau isti’anah (memohon pertolongan) hanya kepada Allah semata. Perhatikan beberapa ayat Al-Quran di bawah ini;

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS 2:186)

“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS 7:55)

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS 40:14)

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 7:180)

DEFINISI TAWASSUL

Secara etimologi tawassul berasal dari kata tawassala yatawassalu tawassulan yang berarti mengambil perantara (wasilah), taqarrub atau mendekat.

Dan secara terminology, tawassul adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menggunakan wasilah (perantara). Wasilah sendiri berarti kedudukan di sisi Raja, jabatan, kedekatan dan setiap sesuatu yang dijadikan perantara pendekatan dalam berdo’a. Imam An-Nasafi berkata: “Wasilah adalah semua bentuk di mana seseorang bertawassul atau mendekatkan dirinya dengannya.”

Arti ini bisa kita temukan dalam beberapa firman Allah berikut ini;

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS 5:35)

Imam At-Thabari berkata: “Wabtaghuu ilaihi al-wasiilata, berarti carilah kedekatan (jalan apapun atau bentuk kedekatan apapun) yang mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT). (juz 10/ 290)

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS 17:57)

MACAM-MACAM TAWASSUL

Dari definisi di atas bisa kita konklusikan bahwa tawassul terbagi menjaid dua macam;

Pertama, Tawassul Masyru’

Tawassul Masyru’ adalah taqarrub kepada Allah dengan cara yang dicintai dan diridloi Allah SWT seperti taqarrub dengan ibadah wajib atau sunnah dan amal-amal saleh yang lain. Dan tawassul masyru’ ini ada tiga jenis yang telah disepakati oleh Ulama. Yaitu;

  1. Tawassul kepada Allah SWT dengan nama-namaNya yang baik dan atau sifat-sifatNya yang mulya. Sebagaiman FirmanNya;

    “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 7:180)


    Ayat ini secara eksplisit memerintahkan hamba-hamba Allah untuk berdo’a kepadanya dengan menggunakan nama-namaNya. Karena do’a yang menggunakan nama-nama dan sifat-sifatNya mudah dan lebih dekat dikabulkan. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, siapa saja yang menjaganya (menghafalnya) niscaya ia kan masuk surga. Dan Dia adalah witir (ganjil) mencintai yang witir.” (HR Al-Bukhari Muslim)

    Dalam hadits shahih yang lain Beliau bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya aku memhon kepadaMu dengan semua nama yang Engkau miliki. Engkau telah menamakan Dirimu dengannya atau Engkau telah menurunkannya dalam Kitabmu atau engkau telah mengajarkannya kepada seseorang dari makhlukmu atau Engkau simpan sendiri dalam ilmulghaib (rahasia ilmu) yang ada di sisiMu, semoga Engkau menjadikan Al-Quran al-Adziim kebahagian hati-hati kami….”

  2. Tawassul kepada Allah dengan amal saleh, di mana seorang hamba memohon kepada Allah dengan amalnya yang palik baik seperti shalat, puasa, keimanan, ketauhidan, kecintaan, meninggalkan kemaksiatan dan semacamnya. Sebagaiman yang pernah dilakukan oleh Ashhabul ghaar (Orang-orang yang masuk gua) yang terperangkap dalam gua. Lalu setiap mereka berdo’a kepada Allah dengan amal-amal mereka agar Allah membukakan pintu gua yang tertutup dengan batu besar. Satu di anatara mereka bertawassul dengan iffahnya (penjagaannya) dari zina, yang kedua dengan birrul walidain dan yang ketiga dengan amanah atas upah pegawainya. (HR Al-Bukhari Muslim)

    Perhatikan beberapa ayat di bawah ini;
    “Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)”.(QS 3:53)

  3. Tawassul kepada Allah dengan do’a orang-orang yang saleh. Apabila seorang muslim mendapatkan musibah, kepayahan dan ujian yang berat dalam hidupnya ia boleh minta tolong kepada orang yang lebih saleh untuk mendo’akannya agar Allah memudahkan dan menyingkap tabir-tabir ujian tersebut. Karena merupakan bentuk pertolongan antara mukmin dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah berfirman;

    “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS 5:2)

    Rasulullah bersabda: “Allah SWT senantiasa membantu hambaNya selama hamba itu membantu saudaranya.”

    Dan kisah istisqo’ yang terjadi pada masa Rasulullah saw ketika seorang sahabat yang datang pada hari Jum’at meminta Beliau berdo’a agar Allah menurunkan hujan kepadanya. Lalu Rasul berdo’a di atas mimbar dan selanjutnya hujan turun dengan deras. (HR Ahmad dan Al-Bukhari)

    Rasulullah saw juga mencontohkan kepada kita tentang hal ini, ketika Beliau berkata kepada Umar di saat minta izin umrah: “Jangan lupakan kami wahai saudaraku dalam do’amu.”

Kedua, Tawassul Mamnu’

Tawassul Mamnu’ adalah taqarrub kepada Allah dengan cara yang tidak dicintai dan diridloi, baik dengan perbuatan, perkataan maupun keyakinan. Tawassul semacam ini tidak diperbolehkan oleh Islam karena mengandung kesyirikan, bidah dan sumpah dengan makhluk. Dan tawassul ini memiliki beberapa jenis berikut ini;

  1. Tawassul kepada Allah dengan berdo’a dan memohon pertolongan kepada orang yang telah mati atau ghaib dan semacamnya. Hal ini digolongkan sebagai syirik besar yang bertentang dengan tauhid. Karena mayit tidak akan memberikan manfaat dan madharat dalam tawassul.

    “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (QS 35:13)

  2. 1. Tawassul kepada Allah dengan melakukan berbagai bentuk ketatan dan kebaikan yang dilarang Islam, seperti makan-makan di atas kuburan wali atau orang yang saleh lainnya, membuang sesajen ke tengah lautan, mandi di sumur yang di keramatkan dan semacamnya.

    Hal ini bertentangan dengan tauhid dan kesempurnaan tauhid. Bahkan ini bentuk neo-paganisme yang muncul pada zaman sekarang. Mereka meyakini adanya kekuatan lain yang mampu memberikan pertolongan selain Allah SWT. Sebagian ada yang percaya dengan adanya Dewa-dewi dan Jin-jin yang menguasai lautan dan daratan sehingga mereka melakukan perayaan dan sesajen sebagi bentuk tawassul atau bahkan memohon langsung pada berhala-berhala yang mereka tuhankan ini. Allah berfirman;

    “Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” (QS 7:191-192)

    Begitu juga Islam tidak membenarkan bertawassul dengan barang-barang atau tempat peninggalan para Nabi dan para Wali. Karena barang-barang ini tidak memliki kemulyaan, keutamaan dan kelebihan sama sekali. Imam Abu Hanifah tidak membenarkan orang yang bersumpah dengan Ka’bah dan Masy’aril Haram. Bagitu juga yang dilakukan Umar bin Khattab ra. Diirwayatkan bahwa Umar setelah menunaikan salat shubuh berjalan-jalan ke suatu tempat di mana banyak manusia datang ke sana. Lalu orang-orang itu berkata kepada Umar: “Rasulullah saw mengerjakan shalat si tempat ini.” Kemudian Umar berkata: “Sungguh telah binasa orang-orang ahlul Kitab kerena mereka menjadikan bekas-bekas para Nabi mereka sebagai sinagog dan tempat ibadah. (HR Syu’bah)

    Imam Malik juga melarang orang yang datang ke makam Rasulullah saw untuk tujuan tawassul. Ketika ditanya seseorang yang mendatangi kuburan Nabi, ia berkata: “Jika bermaksud ke kuburan janganlah dan jika bermaksud ke masjid maka lakukanlah.” (Al-Mabsuth, Isma’il bin Ishaq)

  3. Tawassul kepada Allah dengan kedudukan dan dzat orang-orang yang saleh.

    Tawassul dengan kedudukan dan dzat orang-orang yang saleh adalah merupakan khilaf fiqhy yang menjadi perdebatan para Ulama. Oleh karena itu, Imam Hasan Al-Banna dalam Ushul Al-‘Isyriin berkata: “Dan berdo’a apabila disertai dengan tawassul kepada Allah dengan seseorang dari makhlukNya adalah khilaf far’I (fiqhy) dalam cara berdo’a dan bukan merupakan masalah-masalah aqidah.”

    Begitu juga Imam Ibnu Taimiah dalam Kitabnya Al-Fataawaa berkata: “Dinukil dari Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya tentang tawassul dengan Nabi dan sebagian yang lain melarangnya. apabila maksud mereka adalah tawassul dengan dzatnya, maka inilah tempatnya perselisihan pendapat (di antara mereka/Ulama). Dan apa-apa yang diperselisihkan oleh mereka harus dikembalikan kepada Allah dan RasulNya.” (Al-Fataawaa, Ibnu Taimiah 1/264)

    Ia juga berkata: “Bahkan maksudnya adalah menjadi muara ijtihad dan apa-apa yang diperselisihkan Ummat ini harus dikembalikan kepada Allah dan RasulNya.” (Al-Fataawaa 1/179)

    Hal ini juga diungkapkan oleh Syekh Nashiruddin Al-Albaany (At-Tawassul wa Anwa’uhu wa Ahkamuhu), Syekh Ibnu Baaz (Muhadlorat, DR ‘Ishaam Al-Basyiir) dan Syekh Muhammad Najib Al-Muthi’I (Minhaj Al-Quran Fii ‘Ardhi Aqiidatil Islam)

Meskipun demikian sebagai muslim harus mengambil pendapat yang rajih setelah melihat dalil-dalil dari setiap pendapat para Ulama. Inilah beberapa pendapat para Ulama tentang tawassul dengan kedudukan dan dzat orang-orang yang saleh;

Pertama, Ibnu Taimiah dan Ibnu Qoyyim berpendapat bahwa tawassul ini tidak dibenarkan dalam Islam. Karena perbuatan manusia hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri di sisi Allah SWT. Sebgaimana firman Allah di bawah ini;

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS 53:39)

Jadi kedudukan mulia seseorang yang saleh di sisi Allah hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tidak bagi orang lain. Adalah suatu kesalahan besar orang yang menganalogikan Allah dengan manusia. Jika dalam hubungan sesama manusia kita sering menggunakan perantara karena adanya manfaat tertentu yang diperolehnya, maka kepada Allah hal itu tidak dibutuhkan. Untuk memperoleh keridloan Allah seorang hamba tidak perlu menggunakan perntara. Itulah sebabnya para sahabat tidak melakukan hal dengan kedudukan Rasulullah saw di sisiNya. Mereka setelah wafatnya Rasul justru memohon kepada Abbas untuk mendo’akan mereka. Hal ini yang pernah dilakukan Umar bin Khattab ra. Dalam shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa Umar meminta hujan (kepada Allah) bertawassul dengan (do’a) Al-Abbas –Paman Rasul- dan ia berkata: “Ya Allah, sesungguhnya kami apabila tertimpa kepayahan/kekringan, kami bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, kemudian Engkau menghujani kami. Dan apabila kami bertawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, hendaklah Engkau menghujani kami, akhirnya mereka diberikan hujan.”

Di sini Imam Ibnu Taimaih berkata: “Do’a Umar dalam istisqo ini……. Menunjukan bahwa tawassul merupakan bentuk tawassul yang dibenarkan. Itulah tawassul dengan do’a dan syafaatnya bukan meminta dengan dzatnya. Karena seandainya hal ini (meminta dengan dzatnya) diperbolehkan maka Umar, sahabat Muhajirin dan Anshar niscaya bertawassul dengan dzat Nabi, tidak bertawassul dengan Al-Abbas.” (Qoidah Jaliah fii at-Tawassul, Ibnu Taimiah, 58)

Adapun hadits tentang orang buta yang berkata kepada Rasulullah saw “Aku bertawassul denganmu wahai Muhammad kepada Tuhanmu.” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi), maksudnya adalah permohonan kepada Rasulullah utnuk mendo’akannya. Karena Rasulullah selanjutnya berkata kepada orang itu; “Ya Allah, beri syafaatlah kepadanya karenaku.” (Imam Ahmad). Hal ini dengan mengasumsikan bahwa hadits ini adalah shahih, sebab sebenarnya sanadnya terputus. (Lihat Almadkhal liddirasati al-aqidat al-islamiah ‘alaa madzhabi ahli as-sunnah wa al-jama’ah, DR Ibrahim Al-Buraikan)

Adapun hadits “Bertawassullah kamu dengan kedudukanku kerena kedudukanku di sisi Allah matlah besat.” Adalah maudlu’ (dipalsukan). (Lihat Silsilat al-ahaadits ad-dho’ifah wa al-maudhu’at, Al-Baany)

Dan sementara bertawassul dengan dzat orang-orang yang saleh juga mengandung banyak pengertian yang semua dilarang dan bertentangan dengan syari’at;
  • Bertawassul dengan kedudukan seseorang di sisi Allah
  • Dengan lafadz itu ia ingin bersumpah kepada Allah. Dan bersumpah kepda Allah dengan selainnya adalah haram dan termasuk syirik kecil.
  • Ia ingin membuat perantara antara Allah dengan hamba-hambaNya dalam mendatangkan manfaat dan menolak madharat.
  • Dengan lafadz ini ia bermaksud memohon berkah yang tidak dibenarkan.

Kedua, Imam Izzuddin Abdus Salam membolehkan tawassul dengan dzat Rasulullah saw khusus dan tidak dibenarkan dengan selainnya. Begitu juga Imam Ahmad bin Hanbal, sementara Imam As-Subki membolehkan tawassul dengan dzat orang-orang yang saleh selain Nabi. Dalil mereka adalah istisqonya Umar yang bertawassul dengan dzat paman Nabi dan hadits orang yang buta yang meminta dikembalikan matanya.

Dan beberpa hadits ini dijawab para Ulama yang tidak memperbolehkan bahwasanya yang dimaksud dengan tawassul di sana adalah permohonan do’a kepada Rasulullah saw dan sebenarnya hadits yang berkaitan dengan orang buta adalah dho’if.

SIKAP SEORANG MUKMIN

Untuk menjaga tauhid dan kesempuranannya, setiap mukmin harus berupaya dan berusaha menjauhkan dirinya dari bentuk tawassul yang mengandung bid’ah dan dilarang oleh Islam. Karena tawassul yang mengandung nilai kemungkaran ini akan berpengaruh pada terkabulnya do’a itu sendiri.

Dan seharusnya setiap mukmin memperhatikan do’a-do’a yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Tentunya selain menjaga etika-etika berdo’a yang telah ditetapkan para Ulama seperti yang paparkan Imam Ibnu Qoyyim dalam Kitab Al-Jawaab Al-Kaafi. Hal ini dimaksudkan agar do’a cepat dan mudah dikabulkan Allah SWT.